Rumahku
berada dekat rumah kosong yang ditinggal pemiliknya. Letak rumah kosong itu
agak terpisah dari rumahku. Di depan rumah itu, halaman yang cukup luas terdapat
sebuah sumur dan pohon beringin yang besar. Hanya lampu jalan yang menerangi
rumah itu. Bila malam tiba, mulai tampak menyeramkan. Karena tak berpenghuni,
sekeliling rumah nampak kotor dan kumuh.
Pada suatu hari, di malam Minggu,
aku pulang dari rumah temanku, Vita. Di rumah Vita, kita bercerita tentang penunggu rumah kosong dekat rumahku itu. Vita bilang
kalau dulu pemilik rumah meninggal karena gantung diri,
“Hati-hati
loh, rumah kosong dekat rumahmu itu ada hantunya” kata Vita.
Tapi
aku membantah, “Ah enggak mungkinlah!”
“Pemiliknya
meninggal karena gantung diri dan arwahnya masih disitu Sil. Awas lo yaa,
pulang sendirian!” kata Vita.
“Kamu
nakut-nakutin aku yaa? Akukan berani, mana mungkin hantu menakutiku. Mungkin
hantunya sendiri malah takut ke aku!” kataku.
Waktu menunjuk pukul 21.00. Akupun akhirnya
memutuskan untuk pulang dan berjalan sendirian.
Malam itu udaranya cerah, tapi angin
bertiup kencang dan dinginnya terasa menusuk tulang. Dari kejauhan sudah
terdengar suara berkerotak dari dahan yang saling bergesekan.
Ketika melewati rumah kosong itu,
bulu kuduk mulai berdiri. Aku jadi berkeringat padahal udara saat itu dingin.
Aku hanya berpikir, “ah mungkin aku hanya masuk angin seperti biasanya”. Dan
semakin lama aku menjadi takut karena kata orang, itu tandanya kita akan
bertemu hantu. Teringatlah juga cerita Vita tadi. Debar jantungku bertambah
kencang, pikiran hanya ada hantu, hantu dan hantu.
Mataku mengawasi sudut-sudut yang
gelap di rumah kosong itu, kalau-kalau ada sesuatu yang mencurigakan.
“Ah dasar, tak mungkinlah aku takut
hantu!” pikirku. Aku meneruskan jalanku menuju rumah.
Semakin lama, jantungku pun serasa
berdebar tak karuan. Rasanya ingin kembali ke rumah Vita tapi malu.
“Mungkin jika aku kembali, aku
dibilang cemen. Bilangnya berani ternyata enggak”
Dengan perasaan yang amat takut, aku
berjalan sendiri melewati rumah kosong itu dengan sedikit menghilangkan rasa
takutku, aku bernyanyi-nyanyi,
“Lalala...aku pasti bisa!” dengan
suara yang lirih.
Tiba-tiba terdengar suara,
“hihihi...!”
Aku langsung diam untuk mencoba
mendengarkan suara tadi dan mencari sumber bunyinya.
Waktu mencoba mendengar, tak ada
suara apapun,
“Ah mungkin aku salah dengar” pikirku.
Dan suara itu kembali terdengar
namun sedikit berbeda, “hahahaa...”
Aku hanya, “itu suara tertawanya bu
Heni mungkin”. Bu Heni yang merupakan tetangga depan rumahku.
Terdengar lagi suaranya, “hei nak
kemarilah, bantulah aku..”
Aku melihat di sekitar rumah kosong
dengan was-was. Ternyata yang aku lihat, wanita berpakaian putih kumuh yang
sedang duduk di dekat sumur. Rambut yang terlihat acak-acakan yang mirip
kuntilanak.
Melihat itu, kaki ini terasa lemas,
langkah untuk berjalan serasa berat. Aku mencoba berteriak, namun suara ini
seakan habis, “han, haaan...!”
Hantu itupun malah
melambai-lambaikan tangannya,
“nak cepatlah kemari..” suaranya.
“ hantuuuu....!” teriakku keras.
Dengan berlari sekuat tenaga, aku
akhirnya terjatuh karena ada batu besar yang takku lihat. Aku mencoba menengok
ke belakang, hantu itu malah mendekat. Dengan kaki yang terluka, aku bergegas
lari tak menghiraukan sakit pada kakiku.
Sampai dari rumah dengan napas tersengal-sengal,
aku istirahat dan langsung mengambil segelas air minum.
“Ternyata cerita Vita benar, rumah
kosong itu berhantu” kataku.
Aku pun segera mengobati luka di
kakiku. Aku diam dan tak mau menceritakan pada Ibu.
“ Bila aku cerita, mana mungkin ibu
percaya padaku” gumamku.
Setelah mencuci kaki, aku menuju ke
kamar untuk tidur, tapi rasa kantukku hilang. Pikiranku hanya hantu rumah
kosong tadi.
“Sudahlah, jangan berpikiran hantu
tadi” gumamku.
Akhirnya, aku mulai mengantuk
setelah kepikiran hantu tadi dan aku tidur.
Tiba-tiba tengah malam aku
terbangun, entah kenapa aku yang biasanya tak bangun jadi terbangun. Pikiranku
tiba-tiba sekilas mengingat itu lagi. Rasa kantuk kembali hilang.
Matahari mulai nampak, waktu
menunjukkan pukul 05.30, aku masih belum tidur. Mata ini tampak berat dan
terlihat sedikit bengkak.
Dengan mata yang sedikit bengkak,
aku bangun dari tempat tidurku.
Wajah ibuku tampak heran dan ia
langsung bertanya, “hahaha, matamu kenapa Sesil? Habis menangis?” tanya ibuku
sambil meledekku.
“Tidak Ibu..” jawabku
“terus kenapa?” tanya ibuku lagi.
“tadi malam tidak bisa tidur, tidur
hanya sebentar bu..” kataku.
“mungkin kamu banyak pikiran,
hahaha, masih kecil sudah banyak pikiran” ibuku meledekku lagi.
Aku masih belum berniat ingin
menceritakan kepada ibu tetapi akhirnya aku menceritakan kronologi tadi malam
kepada ibu.
Namun Ibu mengelak, “mana mungkin
ada hantu di rumah kosong itu”
Aku berusaha supaya ibu percaya.
Siangnya, aku pergi ke rumah Vita,
aku juga menceritakan kejadian tadi malam kepada Vita.
“Benarkan kataku kalau rumah itu
berhantu, hahahaa, makanya jangan sok jadi pemberani” kata Vita.
“Iya deh. Tapi kata ibu, ceritamu
itu tidak benar, kamu bohong ya? Hayo ngaku..!”
Vita mengelak, “iya, eh enggak, aku
beneran kok”
“Beneran?” tanyaku.
“ya sudahlah aku ngaku, aku
cuma bercanda ingin nakutin-nakutin kamu
tadi malam biar enggak pulang dan menginap di rumahku semalaman, hehehe maaf
yaa..!” Vita pun mengaku kalau dia berbohong.
“ah bercandamu jelek, bikin aku
takut saja tadi malam”
Vita akhirnya minta maaf kepadaku, kemudian aku pulang karena hari
sudah mulai sore.
Di perjalanan aku sedikit bingung,
“omong-omong kalau cerita itu enggak beneran, terus wanita tadi malam itu
siapa?” tanyaku.
Di rumah aku masih nampak terlihat
berpikir. Akhirnya, ibuku bertanya ada apa denganku.
Aku masih menceritakan cerita yang
sama pada ibu.
Beberapa lama kemudian, terdengar
suara teriakan yang sangat keras, “hihihiiii...”
Suara itu sama dengan suara yang
kudengar kemarin. Sumber bunyinya sama yang berada di rumah kosong itu.
Ibuku mencoba melihat apa yang ada
disana yang mana mungkin hantu terdengar jelas sekali.
Dengan sangat berani, ibuku
menghampiri rumah kosong itu. Ternyata itu bukan hantu tetapi orang gila yang
duduk di dekat sumur dengan pakaian putih kumuhnya dan rambut yang acak-acakan
mirip yang kutemui kemarin malam.
“Hahahaha..., lihatlah Sesil yang
kau kira hantu ternyata orang gila”
“Huh, untung saja orang gila bukan
hantu. Kalau saja aku tahu kalau itu orang gila, pasti enggak kayak gini ceritanya” kataku dengan
kesal.
“Makanya kamu jangan suka berpikiran
yang aneh-aneh. Dasar penakut hahaha...”
“Tuh kan ibu ngeledek aku lagi”
kesalku.
Setelah itu, aku merasa sangat malu
bercampur lega. Yang kukira hantu ternyata orang gila yang ingin menggangguku. Sejak
saat itu aku tidak akan berpikir aneh-aneh lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar