Senin, 03 November 2014

KAMU BUKAN HANTU

         Rumahku berada dekat rumah kosong yang ditinggal pemiliknya. Letak rumah kosong itu agak terpisah dari rumahku. Di depan rumah itu, halaman yang cukup luas terdapat sebuah sumur dan pohon beringin yang besar. Hanya lampu jalan yang menerangi rumah itu. Bila malam tiba, mulai tampak menyeramkan. Karena tak berpenghuni, sekeliling rumah nampak kotor dan kumuh.
            Pada suatu hari, di malam Minggu, aku pulang dari rumah temanku, Vita. Di rumah  Vita, kita bercerita tentang penunggu  rumah kosong dekat rumahku itu. Vita bilang kalau dulu pemilik rumah meninggal karena gantung diri,
“Hati-hati loh, rumah kosong dekat rumahmu itu ada hantunya” kata Vita.
Tapi aku membantah, “Ah enggak mungkinlah!”
“Pemiliknya meninggal karena gantung diri dan arwahnya masih disitu Sil. Awas lo yaa, pulang sendirian!” kata Vita.
“Kamu nakut-nakutin aku yaa? Akukan berani, mana mungkin hantu menakutiku. Mungkin hantunya sendiri malah takut ke aku!” kataku.
  Waktu menunjuk pukul 21.00. Akupun akhirnya memutuskan untuk pulang dan berjalan sendirian.
            Malam itu udaranya cerah, tapi angin bertiup kencang dan dinginnya terasa menusuk tulang. Dari kejauhan sudah terdengar suara berkerotak dari dahan yang saling bergesekan.
            Ketika melewati rumah kosong itu, bulu kuduk mulai berdiri. Aku jadi berkeringat padahal udara saat itu dingin. Aku hanya berpikir, “ah mungkin aku hanya masuk angin seperti biasanya”. Dan semakin lama aku menjadi takut karena kata orang, itu tandanya kita akan bertemu hantu. Teringatlah juga cerita Vita tadi. Debar jantungku bertambah kencang, pikiran hanya ada hantu, hantu dan hantu.
            Mataku mengawasi sudut-sudut yang gelap di rumah kosong itu, kalau-kalau ada sesuatu yang mencurigakan.
            “Ah dasar, tak mungkinlah aku takut hantu!” pikirku. Aku meneruskan jalanku menuju rumah.
            Semakin lama, jantungku pun serasa berdebar tak karuan. Rasanya ingin kembali ke rumah Vita tapi malu.
            “Mungkin jika aku kembali, aku dibilang cemen. Bilangnya berani ternyata enggak”
            Dengan perasaan yang amat takut, aku berjalan sendiri melewati rumah kosong itu dengan sedikit menghilangkan rasa takutku, aku bernyanyi-nyanyi,
            “Lalala...aku pasti bisa!” dengan suara yang lirih.      
            Tiba-tiba terdengar suara, “hihihi...!”
            Aku langsung diam untuk mencoba mendengarkan suara tadi dan mencari sumber bunyinya.
            Waktu mencoba mendengar, tak ada suara apapun,
            “Ah mungkin aku salah dengar” pikirku.
            Dan suara itu kembali terdengar namun sedikit berbeda, “hahahaa...”
            Aku hanya, “itu suara tertawanya bu Heni mungkin”.  Bu Heni yang merupakan  tetangga depan rumahku.
            Terdengar lagi suaranya, “hei nak kemarilah, bantulah aku..”
            Aku melihat di sekitar rumah kosong dengan was-was. Ternyata yang aku lihat, wanita berpakaian putih kumuh yang sedang duduk di dekat sumur. Rambut yang terlihat acak-acakan yang mirip kuntilanak.
            Melihat itu, kaki ini terasa lemas, langkah untuk berjalan serasa berat. Aku mencoba berteriak, namun suara ini seakan habis, “han, haaan...!”
            Hantu itupun malah melambai-lambaikan tangannya,
            “nak cepatlah kemari..” suaranya.
            “ hantuuuu....!” teriakku keras.
            Dengan berlari sekuat tenaga, aku akhirnya terjatuh karena ada batu besar yang takku lihat. Aku mencoba menengok ke belakang, hantu itu malah mendekat. Dengan kaki yang terluka, aku bergegas lari tak menghiraukan sakit pada kakiku.
            Sampai dari rumah dengan napas tersengal-sengal, aku istirahat dan langsung mengambil segelas air minum.
            “Ternyata cerita Vita benar, rumah kosong itu berhantu” kataku.
            Aku pun segera mengobati luka di kakiku. Aku diam dan tak mau menceritakan pada Ibu.
            “ Bila aku cerita, mana mungkin ibu percaya padaku” gumamku.
            Setelah mencuci kaki, aku menuju ke kamar untuk tidur, tapi rasa kantukku hilang. Pikiranku hanya hantu rumah kosong tadi.
            “Sudahlah, jangan berpikiran hantu tadi” gumamku.
            Akhirnya, aku mulai mengantuk setelah kepikiran hantu tadi dan aku tidur.
            Tiba-tiba tengah malam aku terbangun, entah kenapa aku yang biasanya tak bangun jadi terbangun. Pikiranku tiba-tiba sekilas mengingat itu lagi. Rasa kantuk kembali hilang.
            Matahari mulai nampak, waktu menunjukkan pukul 05.30, aku masih belum tidur. Mata ini tampak berat dan terlihat sedikit bengkak.
            Dengan mata yang sedikit bengkak, aku bangun dari tempat tidurku.
            Wajah ibuku tampak heran dan ia langsung bertanya, “hahaha, matamu kenapa Sesil? Habis menangis?” tanya ibuku sambil meledekku.
            “Tidak Ibu..” jawabku
            “terus kenapa?” tanya ibuku lagi.
            “tadi malam tidak bisa tidur, tidur hanya sebentar bu..” kataku.
            “mungkin kamu banyak pikiran, hahaha, masih kecil sudah banyak pikiran” ibuku meledekku lagi.
            Aku masih belum berniat ingin menceritakan kepada ibu tetapi akhirnya aku menceritakan kronologi tadi malam kepada ibu.
            Namun Ibu mengelak, “mana mungkin ada hantu di rumah kosong itu”
            Aku berusaha supaya ibu percaya.
            Siangnya, aku pergi ke rumah Vita, aku juga menceritakan kejadian tadi malam kepada Vita.
            “Benarkan kataku kalau rumah itu berhantu, hahahaa, makanya jangan sok jadi pemberani” kata Vita.
            “Iya deh. Tapi kata ibu, ceritamu itu tidak benar, kamu bohong ya? Hayo ngaku..!”
            Vita mengelak, “iya, eh enggak, aku beneran kok”
            “Beneran?” tanyaku.
            “ya sudahlah aku ngaku, aku cuma  bercanda ingin nakutin-nakutin kamu tadi malam biar enggak pulang dan menginap di rumahku semalaman, hehehe maaf yaa..!” Vita pun mengaku kalau dia berbohong.
            “ah bercandamu jelek, bikin aku takut saja tadi malam”
            Vita akhirnya minta maaf  kepadaku, kemudian aku pulang karena hari sudah mulai sore.  
            Di perjalanan aku sedikit bingung, “omong-omong kalau cerita itu enggak beneran, terus wanita tadi malam itu siapa?” tanyaku.
            Di rumah aku masih nampak terlihat berpikir. Akhirnya, ibuku bertanya ada apa denganku.
            Aku masih menceritakan cerita yang sama pada ibu.
            Beberapa lama kemudian, terdengar suara teriakan yang sangat keras, “hihihiiii...”
            Suara itu sama dengan suara yang kudengar kemarin. Sumber bunyinya sama yang berada di rumah kosong itu.  
            Ibuku mencoba melihat apa yang ada disana yang mana mungkin hantu terdengar jelas sekali.
            Dengan sangat berani, ibuku menghampiri rumah kosong itu. Ternyata itu bukan hantu tetapi orang gila yang duduk di dekat sumur dengan pakaian putih kumuhnya dan rambut yang acak-acakan mirip yang kutemui kemarin malam.
               “Hahahaha..., lihatlah Sesil yang kau kira hantu ternyata orang gila”
            “Huh, untung saja orang gila bukan hantu. Kalau saja aku tahu kalau itu orang gila, pasti  enggak kayak gini ceritanya” kataku dengan kesal.
            “Makanya kamu jangan suka berpikiran yang aneh-aneh. Dasar penakut hahaha...”
            “Tuh kan ibu ngeledek aku lagi” kesalku.
            Setelah itu, aku merasa sangat malu bercampur lega. Yang kukira hantu ternyata orang gila yang ingin menggangguku. Sejak saat itu aku tidak akan berpikir aneh-aneh lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar